Keyboard Ka Ga Nga |
Suku Rejang adalah suku memiliki sejumlah keunikan dalam mengapresiasi Islam sebagai tradisi besar. Rejang Lebong dominan dengan kekuatan adat yang terbentuk dari perpaduan antara unsur-unsur masa lalu suku Rejang, bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Salah satu keunikan suku Rejang adalah memiliki bahasa dan tulisan aksara sendiri yanitu aksara "ka ga-nga".
Menurut Richard Mc ginn, dalam laporan penelitiannya tentang asal-usul Bahasa Rejang, menjelaskan bahwa bahasa Rejang berasal dari Astronesian. Menurutnya ada tiga hipotesa tentang asal-usul bahasa Rejang
Pertama, Bahasa Rejang adalah anggota kelompok besa Austronesia dan turun dari bahasa induk purba yang bernama Austronesia Purba.
Kedua, Dialek Rejang adalah anggota subkelompok kecil Sumatra yang turun dari bahasa induk purba yang dinamai bahasa Rejang Purba.
Ketiga, Bahasa Rejang (Purba) adalah anggota subkelompok Bidayuh dan turun dari bahasa induk yang dinamai Rejang - Bukar- Sandong- Bidayuh Purba. Lagi pula leluhur Suku Rejang itu berasa dari sana yaitu Kalimantan Utara (Dikutip dari makalah seminar Bahasa dan Hukum Adat rejang, Pusat Studi Keislaman dan Kebudayaan di STAIN Curup, tanggal 17 November 2007).
Adapula yang menyatakan bahwa Kaganga alfabet diturunkan pada akhir naska India Kuno Brahmi yaitu dari Pallava dan naskah kawi kuno. Beberapa ahli bahasa mengklaim bahwa ada hubungan antara alfabet Rejang, dengan hieroglif Mesir dan berbagai bahasa Semit seperti bahasa Ibrani.
Aksara Rejang Kaganga adalah alfabet suku kata, setiap akhir huruf memiliki vokal yang melekat /a/. Vokal lain dapat diindikasikan dengan menggunakan berbagai dialek yang muncul atas atau dibawah konsonan. Aksara Kaganga, bahasa Austronesia di tuturkan oleh sekitar satu juta orang di Sumatra Rejang alfabet terkadang juga digunakan untuk menulis mantra sihir, mantra medis dan beberapa puisi.
Rejang alfabet yang dikenal dengan Kaganga, tidak hanya digunakan oleh suku Rejang yang bedomisili di Propvinsi Bengkulu, tetapi digunakan oleh orang Lampung dan Kerinci. Orang Rejang menyebutnya sebagai "Surat Ulu", orang Lampung menyebutnya"Had Lampung" dan di kerinci Jambi dikenal sebagai "Tulisan Rencong".
Menurut Sarwit Sarwono, peneliti aksara Kaganga dari Universitas Bengkulu, di Kota Bengkulu. Aksara kagnga atau aksara ulu menyebar mengikuti aliran Sungai Musi sebagai dampak mobilitas penduduk wkatu itu, berdasarkan dokumen Eropa, aksara ulu diperkirakan berkembang pesat di Sumatera bagian selatan pada abad ke 16 Masehi sebagai perkembangan dari aksara palawa dan kawi. Aksara kaganga sendiri banyak berkembang di Sumatera dan Sulawesi. Itu menandakan aksara kaganga berkerabat dengan aksara Batak dan Bugis. Sementara wilayah di luar Sumatera dan Sulawesi, seperti Bali dan Jawa, menggunakan aksara hanacaraka.
Karena mobilitas hulu hilir Musi, hampir seluruh masyarakat dibengkulu, seperti di Rejang , Lebong, Curup, Kepahiang, Lembak, Seluma, Serawai, serta di Lampung dan Sumatera Selatan seperti di Pasemah, Lintang, Pagaralam, Ogan, Hingga Komering, mengenal aksara tersebut. Penyebaran aksara kaganga diperkirakan berhenti pada awal abad ke 20.
Tulisan naskah dengan aksara kaganga, menurut Sarwit, biasanya ditulis di atas bahan kulit kayu atau kakhas dan gelondongan bambu. Naskah kuno juga ditemukan ditulisan diatas bahan rotan, kulit hewan, atau lontar.
Di surat ulu masyarakat mengungkapkan banyak hal. Di antaranya seperti silsilah keluarga, mantra-mantra, pengobatan, tuah untuk ayam sebelum disabung, ramalan tentang nasib dan sifat manusia, hingga ajaran agama Islam, hukum adat, ataupun rukun haji.
Semoga bermanfaat lebih dan kurang mohon maaf,.terima kasih
No comments:
Post a Comment